Rabu, 02 Juni 2010

Penyelesaian Konflik GAM di Aceh Pasca Pemerintahan Megawati


TUGAS DIPLOMASI
PENYELESAIAN KONFLIK GAM DI ACEH PASCA PEMERINTAHAN MEGAWATI





Nama    : Heidy Entry Amanah
NIM      : 209000233
Prodi    : Hubungan Internasional


2010


PENDAHULUAN
       Aceh merupakan suatu daerah yang kaya dengan sumber mineral. Aceh juga merupakan  wilayah pertama yang memeluk Islam di Asia Tenggara sekitar abad kedelapan. Dua kerajaan Islam yang pertama kali muncul di Aceh yaitu berada di Peureulak Aceh Timur sekitar tahun 850 yang kemudian disusul dengan Kerajaan Samudera Pasai di Aceh Utara. Sejarah kedua kerajaan yang berada di Aceh ini sempat dicatat oleh Marco Polo yang merupakan seorang warga negara Italia dan Ibnu Batutah seorang Warga Arab.
            Aceh sudah menjalin hubungan dengan Inggris sejak abad ke 16.  Ratu Elizabeth I pernah mengutuskan Sir Janes Lancaster ke Aceh untuk menemui Sultan Aceh dan memberikan surat darinya untuk meminta izin berdagang di wilayah Aceh. Lalu Sultan Aceh pun membalas surat tersebut. Hubungan antara Aceh dengan Inggris berlangsung hingga masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia.
            Aceh menjadi produsen lada hitam terbesar di dunia pada tahun 1820. Selain memakmurkan Kesultanan Aceh, komoditas lada juga menimbulkan politik di seputar Selat Malaka. Kerajaan kecil yang berada di Aceh berniaga langsung dengan pembeli lada.       
            Terdapat ancaman berbahaya yang terjadi pada kaum elite tradisional yang tidak mendapat perhatian yang seharusnya dari para penguasa di Aceh. Hindia Belanda Justru memperkuat  wilayah kekuasaan ulee balang hingga 100 wilayah serta mendominasi semua institusi perwakilan. Hal tersebut menimbulkan terjadinya kesenjangan sosial diantara kaum ulama dengan ulee balang. Sehingga keseimbangan dalam bentuk badan perwakilan untuk menyampaikan aspirasi lapisan bawah praktis hilang dan kesenjangan yang terjadi semakin tajam diantara ulee balang dengan ulama yang merupakan kaum elite tradisional. Pada tahun 1926-1934 dan sebelum Jepang datang ke Aceh, terjadi revolusi antara ulee balang dan kaum ulama dengan melakukan berbagai konflik di luar bandar.
            Ketika revolusi nasional terjadi di Aceh, Teuku Nyak Arief seorang ulee balang yang mempunyai reputasi nasionalistis diangkat menjadi residen republik. Kemudian disaat bersamaan terjadi pertempuran terbuka antara ulee balang di Pidie dengan pendukung ulama yang dikenal dengan Perang Cumbok. Sehingga pada awal 1946,  Hampir seluruh  ulee balang Pidie di bunuh.  Para pemuda PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) mengadakan revolusi sosial yang diketuai oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh di pantai timur Aceh dari Selatan menuju Utara untuk membersihkan semua unsur yang mewakili kekuasaan feodalisme. Organisasi PUSA dibentuk untuk menentang pendudukan Belanda. Saat Aceh dikuasai oleh Belanda, Aceh mulai melakukan kerjasama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan mengikuti berbagai gerakan nasionalis dan politik.[i]
            Tokoh Aceh mengirim utusannya ke pemimpin perang Jepang untuk membantu Aceh mengusir Belanda. Hal ini dapat terjadi karena Jepang sedang mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia. Pada 1940 negosiasi antara Jepang dengan Aceh dimulai. Dan pada 19 Desember 1941 Jepang menguasai Penang, dan sejumlah orang Aceh bermukim di Penang untuk melakukan gerakan politik kemerdekaan dengan dukungan Jepang.
            Pasukan KNIL yang dipimpin oleh Jenderal R T Overakker, Komandan Teritorium Sumatera Tengah berencana untuk melawan Jepang yang melakukan pendaratan di Ujong Batee Aceh Besar. pendaratannya dilakukan secara besar-besaran dan disambut oleh tokoh Aceh dan masyarakat yang diorganisir oleh PUSA yang diikuti pasukan gerak jalan cepat ke Gayo. Tanah Gayo sulit untuk dicapai karena menjadi benteng yang dapat dipertahankan dengan tangguh.
                Pasukan KNIL sudah tidak dapat mengendalikan Aceh karena markas-markas militer di Banda Aceh telah diserang oleh rakyat yang tentu saja telah dikoordinasi oleh PUSA. Dan sekitar 20 pensiunan KNIL dan beberapa orang Eropa ditembak oleh warga. Saat itu kota Banda Aceh menjadi kota terbuka dan kosong kekuasaan serta merajalelanya aksi penjarahan.   
            Namun lama kelamaan kedudukan Jepang semakin menurun karena Jepang sama sekali tidak menepati janjinya di awal kedudukan untuk memakmurkan masyarakat. Hal tersebut diperparah dengan kalahnya Jepang oleh serangan sekutu dalam perang di Pasifik dan Asia Tenggara. Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah karena pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 dijatuhkannya bom yang sangat dasyat tepat di Hiroshima dan Nagasaki, dan terjadi kekosongan kekuasaan di Sumatera.

KERANGKA PEMIKIRAN         
                Sekitar bulan Desember 1945 hingga Februari 1946 terjadi revolusi sosial yang disertai dengan adanya perang saudara yang dilakukan barisan PUSA untuk melakukan pembersihan terhadap kaum ulee balang
                Aceh tidak hanya merupakan daerah terakhir yang dimasukkan pemerintahan Belanda.  Namun Aceh juga menjadi daerah yang pertama keluar dari kekuasaan Belanda. Perang Dunia kedua menyebabkan kerusakan yang hebat dan paradigma baru yaitu cetusan proklamasi kemerdekaan Indonesia yang merupakan bangsa pertama setelah peperangan di Pasifik. Dan tumbuhnya rasa solidaritas kebersamaan diantara penghuni Nusantara yang majemuk untuk membuat kepulauan maritim terbesar mengikat diri sebagai satu bangsa. Cetusan proklamasi Indonesia didukung oleh rakyat Aceh. [ii]
            Pada saat sekutu menguasai pemerintahan Indonesia di Jawa pada 1948, Acehlah yang menjadi penyelamat Indonesia melalui pemancar Radio Rimba Raya di Aceh Tengah. Daud Beureueh yang memprakarsai berdirinya Radio Rimba Raya untuk melawan propaganda Radio Nederland Hilversum di Belanda. Dana yang didapat untuk membeli pemancar Radio merupakan sumbangan dari masyarakat Aceh dari hasil menjual ganja yang diselundupkan keluar negeri. Namun pada saat itu di Aceh belum mengharamkan ganja. Kemudian pada tahun 1949, rakyat Aceh membeli dua buah pesawat yang menjadi modal pertama Garuda Indonesia Airways dan diberi nama Seulawah.[iii] 
            Pertikaian di Aceh terjadi karena kalangan ulama dan pemuda mendukung proklamasi dan memasukkan Aceh kedalam wilayah Indonesia. Namun, ditentang oleh ulle balang di Pidie sehingga menimbulkan konflik antara ulama yang dibantu pemuda dengan para pendukung ulle balang di Cumbok, yang akhirnya peristiwa tersebut dikenal dengan insiden Cumbok.
Perekonomian Indonesia menjadi hancur sepeninggal Presiden Soekarno karena beliau lebih mementingkan popularitasnya di kancah internasional tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Hal ini memberi jalan Soeharto untuk meraih simpati masyarakat setelah Presiden Soekarno jatuh pada tahun 1960an.
Pada tahun tersebut Soeharto mendapat dukungan dari para kalangan elit untuk membentuk partai baru yaitu Partai Golongan Karya (Golkar). Pada masa pemerintahannya Soeharto memberlakukan pemerintahan secara sentralistik, hal ini mengakibatkan Elite Aceh merasa sangat kecewa. Karena pada saat itu Aceh hanya menerima 1% dari seluruh anggaran pendapatan nasional. Hasil produksi yang berasal dari Aceh banyak mengalami pemotongan yang diberlakukan oleh pemerintah pusat.


PEMBAHASAN
Karena adanya ketimpangan tersebut, maka benih kebencian terhadap pemerintah pusat semakin berkembang di masyarakat Aceh. Pada 4 Desember 1976, Hasan Tiro yang lahir di Aceh pada tahun 1930 mempelopori berdirinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Awalnya anak buah Hasan Tiro hanya sebanyak 150 orang,  tapi semakin berjalannya waktu pengikutnya terus bertambah hingga mencapai 5000 orang pendukung yang bisa dimobilisasi pada tahun 1978.
Hasan Tiro kemudian mendirikan pemerintah bayangan pada tahun 1977. Tapi pemerintahan Soeharto tidak tinggal diam, beliau mengirimkan ribuan pasukan ke Aceh pada tahun 1978. Namun aksi Hasan Tiro mendapat dukungan dari dunia internasional.
Kemudian Hasan Tiro mengirimkan 800 pemuda Aceh untuk berlatih militer di Kamp Tazura yang berada di Libya. Pada tahun 1985, Hasan Tiro dan para pengikutnya  pindah ke Swedia dan menjadi warga negaranya.
Para pemuda yang telah dilatih di Libya melakukan Gerilya di hutan – hutan Aceh dengan menyerang pos polisi dan militer dan merampas amunisinya  dan senjata otomatisnya. Setelah mengetahui adanya penyerangan dari pasukan GAM, Soeharto mendeklarasikan Aceh menjadi Daerah Operasi Militer (DOM).
Banyak warga sipil di Aceh yang yang menjadi korban dari DOM. Dan berbagai peristiwa seperti penculikan dan pembantaian terus terjadi, sampai pada akhirnya tanggal 7 Agustus 1998 DOM dicabut. Namun demikian, angka kekerasan makin bertambah di Aceh meskipun DOM telah berakhir.
Untuk mengakhiri kekerasan yang terjadi di Aceh, pada tanggal 12 Mei 2000 Presiden Abdurrachman Wahid berinisiatif untuk mengadakan perjanjian dengan GAM di Jenewa, dimana pada perjanjian tersebut RI diwakili oleh Duta Besar atau Wakil Tetap RI untuk PBB DR Hassan Wirajuda sedangkan perwakilan dari pihak GAM Dr Zaini Abdullah. Tapi pihak GAM tetap menuntut kemerdekaan di Aceh, tapi hal itu ditentang oleh pemerintah pusat.
Perundingan perdamaian antara RI dengan GAM ini dimediasikan oleh lebaga Henry Dunant Centr(HDC) yang merupakan lebaga yang bukan berasal dari pemerintah (LSM internasional) yang berpusat di Jenewa, Swiss.
Agar konflik di Aceh cepat terselesaiakan, Gus Dur menawarkan otonomi sepenuhnya kepada Aceh dan menerapkan Syariat Islam serta bagi hasil dari pendapatan eksploitasi minyak dan gas bumi. Namun perjanjian kesepakatan yang dilakukan Gus Dur ditentang oleh DPR dan wakil Presiden Megawati Soekarno Putri. Sehingga mereka berpendapat bahwa hal tersebut dapat memicu munculnya gerakan separatis dan merusak integritas NKRI.  
Berbagai perundingan disepakati, akan tetapi selalu saja ada pihak yang mengingkarinya. Diantaranya; perjanjian yang dilakukan di Hotel Kuala Tripa Banda Aceh pada tanggal 11 Februari 2001, HDC kembali memfasilitasi perundingan penghentian permusuhan di Jenewa pada 9 Desember 2002.
Setelah lengsernya Gus Dur dari kursi kepresidenan dan Megawati Soekarnoputri menduduki kursi kepresidenan pada tahun 2001, ternyata Megawati juga tidak bisa memperbaiki keadaan. Lalu pada tanggal 17 dan 18 Mei 2003, RI dan GAM mengadakan pertemuan di Tokyo untuk mencegah konflik dan membahas bersama mengenai Joint Council. Karena tidak ada pihak yang mau mengalah,maka pada tanggal 19 Mei 2003 Presiden Megawati mencetuskan bahwa Aceh menjadi Darurat Militer.
Saat Megawati menerapkan Darurat Militer di Aceh, dunia internasional menjadi antipati terhadap kebijakan tersebut. Salah satu tokoh yang menetangnya adalah Paul Wolfowitz yang pada masa itu merupakan Wakil Menteri Pertahanan Amerika. Dia berpendapat bahwa masalah konflik di Aceh tidak dapat dimenangkan dengan cara militer, dan solusi penyelesaiannya adalah melalui bidang politik. Namun pernyataan yang dikeluarkan oleh Wolfowitz itu sama sekali tidak dihiraukan oleh Megawati. Megawati justru memperpanjang status Darurat Militer di Aceh hingga pertengahan November 2003.
Menjelang pemilu pada tahun 2004, Megawati menandatangani dekrit dan merubah status Darurat Militer di Aceh menjadi Darurat Sipil pada tanggal 18 Mei 2004. Namun hal itu tidak berpengaruh terhadap rakyat Aceh, karena PDIP tidak populer di Aceh. 
Pada tanggal 26 Desember 2004 terjadi gempa 8,9 Skala Richter di Samudera Hindia yang menyebabkan Aceh dan sebagian negara kawasan Timur di terjang tsunami. Bahkan getaran gempa yang terjadi terasa hingga ke Alaska. Diperkirakan terdapat lebih dari 300.000 manusia serta 43.000 jiwa lainnya dinyatakan hilang.
Setelah hari kedua pasca tsunami, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi para korban di Banda Aceh pasca tsunami. Enam duta besar yang memiliki akses dengan GAM menemui SBY untuk memperoleh masukan supaya perdamaian ini mendapat dukungan internasional. Langkah yang diambil SBY untuk mendamaikan Aceh memang cukup berani walaupun tidak sejalan dengan TNI yang bersikeras mengucilkan Aceh dari dunia internasional yang dikaitkan dengan bantuan kemanusiaan yang tidak mungkin dapat diatasi oleh Indonesia.
Dengan ingin mewujudkan perdamaian SBY memutuska untuk mengakhiri konflik di Aceh. Jika konflik di Aceh berakhir, berarti Indonesia bisa menghentikan kecaman dari masyarakat dunia yang menganggap bahwa Indonesia telah membiarkan TNI melakukan pelanggaran HAM yang mempengaruhi proses demokrasi.
Kalangan eksekutif dan legislatif menjadi trauma akan terulangnya kembali tragedi Timor-Timur dalam penyelesaian konflik di Aceh. Posisi Indonesia di dunia internasional akan dikucilkan apabila Indonesia tetap mempertahankan Politik Unitarisme (politik takluk).
Pada tanggal 2 Januari 2005 dan atas inisiatif mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, GAM sepakat untuk berunding dengan pemerintah untuk mengatasi tsunami di Helsinki yang di tandatangani oleh kedua belah pihak.
Untuk memperlancar pelaksanaan hasil memorandum Helsinki beberapa tokoh GAM yang berada diluar negeri kembali ke Banda Aceh. Diantaranya adalah Perdana Menteri GAM Malik Mahmud dan Menteri Luar Negeri GAM Zaini Abdullah. Pada waktu yang sama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta sibuk menyusun draft MoU agar segera di amandemenkan utnuk kelengkapan Helsinki berikutnya.
Pemerintah Indonesia dan GAM memulai tahap perundingan baru di Vantaa, Finlandia pada 27 Februari 2005. Pada perundingan tersebut mantan Presiden Martti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator. Setelah perundingan selama 25 hari, pada 17 Juli 2005 tim perunding Indonesia mencapai kesepakatan damai dengan pihak GAM di Vantaa. Dan pada 15 Agustus 2005 nota kesepakatan damai di tandatangani. 
Salah satu poin penting dalam perundingan antara pemerintah Indonesia dengan GAM adalah bahwa pemerintah Indonesia memberikan amnesti bagi GAM dan akan memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di Aceh. Pada 19 Desember 2005 GAM menyerahkan seluruh senjatanya yang mencapai 840 pucuk senjata kepada Aceh Monitoring Mission (AMM). Juru Bicara Militer GAM Sofyan Daud mengatakan bahwa telah membubarkan sayap militernya di Aceh pada 27 Desember 2005.

KESIMPULAN
MoU Indonesia-GAM menjunjung tinggi hak-hak dasar yang dapat terwujud, dan ini merupakan suatu prestasi demokrasi bagi Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya. Seharusnya hal yang sama juga diberlakukan diseluruh wilayah Indonesia sehingga tidak menimbulkan polemik pemberlakuan khusus bagi daerah tertentu.
Di hadapan hukum kualitas demokrasi di Indonesia seharusnya berlandaskan pada kesepahaman hak asasi manusia yang didistribusikan. Bukan dengan cara yang diskriminatif seperti yang terjadi selama ini pada praktek berbangsa dan bermasyarakat.
Dalam Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, hakikat nilai-nilai kemanusiaan yang setara tanpa membedakan suku, ras, agama dan golongan sudah menjadi kesepakatan dunia internasional.
Perjanjian Helsinki juga menimbulkan reaksi negatif dari berbagai kalangan yang menentangnya dengan alasan bahwa perjanjian tersebut menumbuhkan sifat nasionalisme kesukuan. Bagi Indonesia meratifikasi dua perjanjian HAM internasional yang intinya adalah perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia yang sudah semestinya diberikan oleh pemerintah Indonesia sebagai suatu negara hukum.  



      






DAFTAR PUSTAKA
Kawilarang, Harry; “Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki”; Banda Aceh; Bandar Publishing; 2008.
Tempo Interaktif; GAM Terima Opsi Otonomi Khusus
Senin, 11 Juli 2005 | 17:19 WIB
Tempo Interaktif; GAM: Aceh Bagian dari Indonesia
Senin, 11 Juli 2005 | 20:24 WIB




                 

   


[i] Kawilarang, Harry. 2008. Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki.
[ii] Ibid.
[iii] Ibid.

3 komentar:

  1. Wikipedia tidak dapat digunakan dalam tulisan akademis. Mengapa Megawati? Apakah Megawati masih menjabat sebagai presiden tahun 2004-2005 ketika Perjanjian Helsinki dilakukan? Hati-hati melakukan verifikasi data.Jadi bentuk diplomasi apa yang dilakukan? Siapa aktornya? Bagaimana prosesnya? Tidak ada analisa.

    BalasHapus
  2. Wikipedia saya gunakan hanya untuk mencari arti dari istilah asing yang berasal dari sumber penulisan saya.
    Karena, perjanjian Helsinki terjadi setelah pemerintahan Megawati. Dan pada saat Megawati menjadi kepala Negara, Dunia Internasional menjadi antipati karena tindakan yang dilakukan Megawati malah memperburuk keadaan. Terlebih Megawati merubah status Darurat Militer di Aceh menjadi Darurat Sipil. Sedangkan pada tahun 2004-2005 Megawati sudah tidak menjabat. Dan telah digantikan oleh SBY. Jadi bentuk Diplomasi yang dilakukan yaitu dengan adanya kesepakatan yang dilakukan RI dengan GAM dimana Pemerintah Indonesia memberikan amnesti bagi GAM serta memfasilitasi pembentukan Partai Politik lokal dan Otonomi daerah tidak sepenuhnya dikirim ke Pusat. Aktor dalam Perjanjian Helsinki adalah mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari yang berperan sebagai fasilitator. Setelah terjadinya bencana tsunami Presiden SBY mengunjungi para korban di Banda Aceh. Kemudian enam duta besar yang memiliki akses dengan GAM menemui Presiden SBY untuk memperoleh masukan agar perdamaian ini mendapat dukungan internasional. Pemerintah Indonesia dan GAM memulai tahap perundingan baru di Vantaa, Finlandia. Setelah 25 hari masa perundingan, tim perundingan Indonesia mencapai kesepakatan damai dengan pihak GAM di Vantaa. Pada 15 Agustus 2005, nota kesepakatan damai ditandatangani.
    GAM bertindak seperti itu dikarenakan sikap kesewenangan dari pemerintahan Soeharto. Mereka hanya Ingin keadilan dalam membangun wilayah mereka. Sehingga mereka membentuk GAM. Mungkin orang menganggap tindakan yang dilakukan oleh GAM merupakan pemberontakan. Dan keinginan GAM tersebut baru dapat terwujud pada permerintahan SBY.

    BalasHapus
  3. Info yang bagus !

    Barangkali informasi mengenai "Kebohongan" berikut, juga berguna bagi rekan rekan yang memerlukannya. Klik > Kebohongan ?

    BalasHapus