Rabu, 02 Juni 2010

HUBUNGAN DIPLOMATIK KOREA UTARA DENGAN RUSIA PASCA PERANG DINGIN MENGENAI NUKLIR

SIDIK AULIA RAHMAN
HI 209000315
UNIVERSITAS PARAMADINA

PENDAHULUAN
Dewasa ini, Ilmu Hubungan Internasional sangatlah luas dan informasi tentang ilmu tersebut tidak hanya dikonsumsi oleh kalangan akademis, tetapi juga sudah meluas ke seluruh lapisan masyarakat. Isu-isu Internasional sudah merupakan hal yang biasa di konsumsi oleh masyarakat di berbagai media baik itu cetak, maupun elektronik.
Peran Teknologi, informasi, dan komunikasi sangatlah dominan dalam era global saat ini. Dengan teknologi inilah kita bisa mendapat informasi yang sangat cepat dari belahan bumi yang lain tanpa ada delay yang memakan waktu lama. Dari informasi inilah saya bisa terinspirasi membuat paper tentang hubungan kedua negara yang bertetangga pasca perang dingin yang ketika era itu menjadi aliansi, dan era sekarang menjadi problematika yang dinamis dan disorot oleh semua kalangan, khususnya orang-orang yang berkecimpung di bidang Hubungan Internsional, yaitu tentang Hubungan diplomatik antara Korea Utara – Rusia tentang nuklir yang di gaung-gaungkan oleh Korea Utara.
Pada dasarnya, setiap negara itu berhak dan mempunyai manuver-manuver politik luar negerinya dalam mengambil suatu kebijakan publik yang berdampak pada masyarakat globalisasi. Kepentingan nasional merupakan suatu cerminan dari paham realis yang berkembang dalam konteks ilmu hubungan internasional, dan merupakan tameng suatu negara dalam mencapai hasil yang maksimal untuk negaranya.
Konsep National Interest dalam Politik Luar Negeri adalah memperjuangkan suatu kepentingan yang dilandasi oleh berbagai aspek dan jenis kebutuhan yang ada di dalam Negara, kemudian di bungkus secara rapi oleh birokrat-birokrat yang berkecimpung dalam bidang tersebut dan di perjuangkan dalam kancah politik luar negeri di suatu negara untuk mencapai kesejahteraan nasional di dalam konteks hubungan internasional.
Untuk memenuhi national interest ini, Jajaran elit politik, termasuk para diplomat diharapkan mampu mewakili aspirasi warga negaranya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu untuk bisa survive di persaingan yang ada di dunia pada saat ini. Tapi itu mungkin hanya harapan semata bagi rakyat Korea utara, sebuah negara kecil yang mempunyai pemerintahan sistem komunis yang hampir tidak ada tempat untuk menampung aspirasi para rakyatnya. Pemerintahan Korea Utara sendiri berbasiskan militer, dan hanya mengutamakan kepentingan-kepentingan militer hinga pada saat ini berhasil membuat rudal balistik nuklir jarak jauh terbesar yang pernah ada di dunia.
Keberhasilan Korea Utara ini tidak lepas dari teknologi militer era perang dingin yang dilanjutkan hingga sekarang. Pada saat itu yang tidak lepas dari ingatan kita adalah blok barat dan blok timur berlomba-lomba membuat teknologi yang super canggih untuk kekuatan militernya. Korea Utara yang ketika waktu itu termasuk dalam blok timur sudah barang tentu mendapat pasokan persenjataan dari uni soviet ketika perang saudara yang terjadi di semenanjung Korea.
Sejak Korea Utara mendeklarasikan diri, dimulailah proses - proses program riset untuk pengembangan nuklir di Korea utara yang tentu menelan biaya yang tidak sedikit. Imbasnya adalah rakyat yang banyak mati kelaparan dan terkena penyakit karena kemiskinan yang terjadi akibat dana yang ada diutamakan untuk pengembangan militer.
Sebagai Negara tetangga, Rusia adalah negara salah satu negara terkuat yang ada di dunia ini. Teknologi – teknologi militer mutakhir banyak diciptakan oleh ilmuwan – ilmuwan Rusia ini, termasuk teknologi nuklir. Teknologi nuklir yang dimiliki Uni Soviet ini pun sebenarnya berasal dari ketika Jerman dengan Rezim Nazi runtuh. Roket balistik penghancur jarak dekat bernama V2 buatan Wernher von Braun, seorang eks pemimpin Nazi yang kahrismatik, dan kemudian pindah ke Amerika Serikat. Bahkan ketika perang dingin, jika dibandingkan dengan Amerika Serikat, Ilmuwan yang dimiliki Rusia lebih terorganisir dan dilindungi oleh negara ketika space race, pertarungan supremasi angkasa. Yaitu berlomba - lomba untuk terlebih dahulu sampai ke Bulan. Mengapa lebih terorganisir? Karena ternyata kepala Pendesain Program Roket nuklir ke bulan yang misterius baru diketahui oleh publik ketika dia meninggal. Yaitu Ilmuwan Sergei Korolev. Ini membuktikan bahwa Rusia ketika di juluki sebagai negara tirai besi itu benar adanya dan bukan hanya isapan jempol belaka.
Teknologi nuklir milik Korea Utara sendiri juga bagian dari kepanjangan tangan atau penyempurnaan teknologi nuklir Uni Soviet ketika tahun 60 an. Rusia yang sekarang merupakan Negara Federasi dengan wilayah yang mencakup Eropa Timur dan Asia bagian utara. Ibukota untuk Asia, yaitu Vladivostok merupaka Ibukota yang sangat berdekatan sekali dengan Korea Utara. Sebenarnya Rusia pun masih bisa mengembangkan teknologi nuklirnya ini, tetapi sayang ini terganjal oleh perjanjian anti balistik antara kedua negara, yaitu Rusia dan Amerika Serikat. Ketika kedua negara ini berusaha menyusutkan alutsista nuklirnya, Korea Utara dengan berani malah secara terang-terangan mendekalarasikan roket pemusnah massalnya, bahkan dengan roket terbarunya sekarang, yang berkode Taepodong 2 di klaim bisa sampai ke Alaska dan Hawaii, Amerika Serikat.

PEMBAHASAN
Rusia, sebagai salah satu negara pemegang hak veto di Dewan Keamanan PBB tampaknya serius dengan pernyataannya dimana Rusia menyatakan netral terhadap kasus nuklir di Korea Utara. Ini bisa dibilang kontroversial karena negara-negara pemegang Hak veto lainnya mengecam tentang nuklir Korea Utara karena melakukan uji coba senjata nuklir yang kedua kalinya pada 25 Mei 2009[1] . Paper ini akan berfokus pada pembahasan tentang hubungan internasional yang dilancarkan baik oleh pihak Korea Utara sebagai Negara yag dikenal tertutup akan dunia luar, maupun pihak Rusia sebagai mantan pemimpin Uni Soviet yang kemudian menjadi negara demokrasi dan mempunyai hak veto di PBB.
Jika ditilik dari sejarah masa lampau, Korea Utara merupakan satu aliansi dengan Uni Soviet yang sekarang menjadi Rusia. Pada saat itu teknologi – teknologi perang Uni Soviet di pasok ke Korea Utara untuk melawan Korea Selatan yang di dukung oleh Amerika Serikat. Keadaan ini sangat memungkinkan adanya hubungan diplomatik antara Korea Utara dan Rusia itu sangatlah erat.
Era sekarang, Korea Utara dengan penelitian nuklirnya ini semakin pesat perkembangannya. Diantara kecaman-kecaman negara lain, Korea Utara tetap kukuh dan tidak mengubrisnya. Bahkan Negara tetangganya termasuk Jepang dan Korea Selatan mengecam peluncuran roket nuklir ini. Pada awalnya dunia barat pun mencurigai adanya senjata pemusnah masal yang dimiliki oleh Korea Utara secara diam-diam, tetapi belakangan ini Korea Utara sepertinya mendeklarasikan dirinya sebagai negara nuklir. Ketika yang lain mengisolasi Korea Utara, hanya China dan Rusia khususnya yang bersikap “netral” namun mendukung dengan Korea Utara. Mungkin karena jika di telaah dari sisi sejarah bahwa komunis yang menyatukan mereka. Tidak dapat dipungkiri, nuklirlah masalah utama yang di perjuangkan Korea Utara. Hampir mirip dengan Iran. Kita tentu mengetahui tentang Resolusi PBB. Reaksi Indonesia terhadap Nuklir Korea Utara bisa dibilang cukup keras. Korea Utara yang membuka hubungan dengan Rusia mungkin ada ketentuan-ketentuan khusus tentang hubungan bilateral antara kedua negara tesebut.
Sebenarnya kedua belah pihak negara ini tentu membawa kepentingan masing-masing. Kepentingan itu juga membawa nama rakyat. Korea Utara mempunyai rakyat yang sengsara dan tidak dapat hidup layak. Mereka hanya menganggap bahwa pimpinannya adalah tuhan. Tampaknya dengan menutup dirinya dan ditambah dengan militerisme pemerintahan, Korea Utara menyadari tidak dapat berbuat banyak. Maka dari itu untuk menghalau tekanan Internasional, Korea Utara menggandeng Rusia supaya dukungan itu lebih besar. Rusia pun begitu, sejak Korea Utara memilih tenaga nuklir sebagai pengembangannya, Rusia pun tampaknya lebih memilih jalur “aman” terhadap Korea Utara mengingat daerahnya bersebelahan langsung dengan Korut. Tentu tidak sembarang kebijakan yang diluncurkan pemerintahan Rusia dalam hubungan luar negerinya.
Sepertinya penjalinan hubungan Korea Utara - Rusia ini tidak lepas dari hak veto yang dimiliki Rusia di PBB. Ini menunjukkan bahwa Korut mulai mencari dukungan terhadap nuklirnya di dunia internasional, salah satunya yaitu dengan negara tetangganya, yaitu Rusia yang selama ini pernyataanya di dunia Internasional selalu berseberangan dengan pemilik hak veto lainnya seperti Amerika Serikat yang kian ngotot terhadap nuklir Korut selama ini. Rusia memang secara gamblang untuk tidak mendukung Resolusi PBB tersebut.
Flashback pada Maret 2009, Rusia memperbarui kembali dukungannya terhadap sanksi-sanksi PBB yang dirancang untuk menghentikan upaya Korea Utara mengembangkan persenjataan nuklirnya. Terlebih lagi, Rusia dengan gamblang mendesak Korut tidak meluncurkan roketnya. Pernyataan itu mungkin dikeluarkan oleh Rusia karena mengingat Rudal yang diluncurkan adalah tipe Taepodong 2 yang di klaim oleh Korut dapat mencapai Alaska di Amerika Serikat[2] . Korea Utara telah mengadakan beberapa kali uji coba peluncuran misil balistik dari pesisir timurnya sejak Januari. Misil tersebut dipercaya merupakan tipe Scud dan dapat menempuh jarak hingga 500 kilometer sebelum jatuh ke dalam Laut Jepang. Moskow terkadang bersikap oposisi terhadap Washington mengenai masalah-masalah internasional, dan enggan mendukung pengawasan baru terhadap Korea Utara, meskipun pihaknya mengecam pengabaian terus Pyongyang terhadap resolusi-resolusi PBB[3] .
Di bulan Juni 2009, ketika Korea Utara meningkatkan aktifitas misilnya, Moskow menugaskan tim pengawasannya dengan memberikan informasi yang bersangkutan dengan adanya penundaan tes peluncuran misil di Pyongyang. Pada Agusutus 2009, Rusia telah menempatkan sebuah sistem pertahanan udara tingkat lanjut S-400 Triumf di Timur Jauh (Russia Timur yang berbatasan langsung dengan Korea Utara) untuk menangkal ancaman potensial dari uji coba misil Korea Utara. Rusia memiliki perbatasan kecil dengan Korut di Timur Jauh dan pelabuhan Pasifik utamanya Vladivostok, dengan penduduk 600.000 jiwa, terletak hanya 150km dari Korea Utara[4] .
Serangkaian peluncuran rudal dan uji coba senjata nuklir Korut tahun ini menggelisahkan tetangga-tetangganya termasuk Korea Selatan, China dan Jepang.S-400 Triumf (SA-21 Growler) didesain untuk mencegat dan menghancurkan target dalam jarak hingga 400 kilometer, dua setengah kali lebih dari S-300PMU-2, milik negara tersebut dan dua kali jarak dari MIM-104 Patriot milik AS. Sistem tersebut juga dipercaya untuk dapat menghancurkan pesawat siluman, cruise missile (misil yang diluncurkan dari kapal), dan misil balistik, efektif pada jarak hingga 3,500 kilometer dengan kecepatannya hingga 4.8 kilometer per detik.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat saya ambil dari studi kasus ini adalah ternyata Hubungan internasional itu unik dan tidak dapat direka-reka kejadiannya. Jika kemarin jadi kawan, sekarang bisa menjadi lawan. Dari kasus hubungan bilateral antara Korea Utara – Rusia, disini terjadi keunikan ketika Rusia pada Mei 2009 menyatakan dukungannya, tak lama kemudian pada Agustus 2009 malah bersifat netral di hadapan PBB. Tentu Rusia punya maksud lain dalam hal ini, dan menurut saya Korea Utara juga punya sesuatu dibalik usaha mempererat hubungan bilateralnya dengan Rusia.
Akan tetapi, jika dilihat dari geografisnya, Korea Utara dan Rusia adalah satu daratan, dan daratan Korea menjadi semenanjung dari Rusia. Iklim antara Korea Utara dan Rusia Timur ini pun tidak jauh berbeda, kecuali jika di Rusia bagian utara yang beriklim ekstrim kutub utara. Sebenarnya kerja sama ini bisa di bangun menjadi lebih menakutkan lagi bagi dunia barat apabila Rusia berkomitmen penuh untuk menjalin kerjasama di bidang persenjataan nuklir ini. Rusia mempunyai teknologi, Korea Utara mempunyai nyali. Andaikan saja saya menjadi pemimpin Rusia, saya tidak akan menggubris pernyataan Amerika Serikat beserta koalisi – koalisinya yang mengecam nuklir Korea Utara. Saya akan berkomitmen penuh terhadap diplomasi antara Rusia dengan Korea Utara guna mengulangi kejayaan masa lampau ketika Uni Soviet baru berdiri. Ini adalah langkah strategis untuk mengimbangi Amerika Serikat dengan Sekutunya. Rusia saat ini tidak mempunyai pakta pertahanan seperti NATO yang dimiliki oleh Amerika Serikat. Dengan eksistensinya NATO hingga detik ini, itu berarti Perang dingin masih belum usai. Rusia mempunyai Korea Utara sebagai anak emas yang siap tempur.
Rusia memang terikat perjanjian mengenai nuklir balistik dengan Amerika Serikat, tetapi apakah Korea Utara terikat? Tentu tidak sama sekali. Jika Rusia Lebih jeli melihat situasi ini, Rusia bisa bekerja sama mengembangkan teknologi nuklirnya di Korea Utara, Saya pribadi merasa geram dengan Identiknya Amerika Serikat jika terjadi Perang atau konflik di internal maupun eksternal Negara – negara lain, Amerika Serikat muncul sebagai “pahlawan” yang siap menengahi. Mengapa sih Amerika Serikat terus? Memangnya di dunia ini tidak ada negara lain yang bersedia menengahi konflik? Apakah Rusia kalah Pamor terhadap Amerika Serikat karena memenangkan Perang Dunia? Mengembalikan Kejayaan masa lalu Rusia adalah kunci dari permasalahan yang ada. Rusia tidak pernah bertindak secara kontroversial dalam eksistensi hubungan internasionalnya. Amerika Serikat jelas – jelas merupakan penjahat perang karena membackup Israel ketika perang terjadi di timur tengah, dan menurut saya, hanya gabungan Rusia dan Korea Utara lah yang bisa berbicara dengan menggunakan nuklir. Amerika Serikat sudah terlalu dominan dalam membuat dosa. Negara Islam pun banyak yang berang terhadap Amerika Serikat. Mengapa muncul adanya interfaith dialog antara Amerika Serikat dengan Islam? Mengapa harus dengan islam? Amerika Serikat sudah bangga karena sudah mampu berdialog dengan musuhnya? Kasus – kasus spionase yang notabene adalah intervensi ke dalam negara adalah salah satu dosa yang diperbuat Amerika Serikat, belum lagi PBB dengan Neo Liberalismenya yang mendewakan demokrasi, tetapi malah membuat jarak yang sangat jauh antara negara maju dan negara dunia ketiga. Bantuan PBB atas nama ekonomi dan kemanusiaan juga nyata – nyatanya hanyalah proyek yang dibuat untuk kepentingan Amerika Serikat dan Sekutunya semata. Jadi, apabila Indonesia ditawari untuk beraliansi dengan Rusia ataupun Korea utara, saya adalah calon birokrat Republik Indonesia pertama yang akan menjawab: “Почему нет? Мы заранее вала в эпоху господин Сукарно.“ (“mengapa tidak? Kita kan dulu satu poros di era Pak Karno.”)

REFERENSI
http://antara.co.id/arc/2009/3/27/rusia-desak-korut-tidak-luncurkan-roket/
http://archive.kaskus.us/thread/1979477
http://beritasore.com/2009/05/26/rusia-ujicoba-nuklir-korut-ancaman-stabilitas/
http://id.wikipedia.org/wiki/Korea_utara
http://www.antara.co.id/berita/1251300045/rusia-gelar-sistem-pertahanan-rudal-dekat-korut
http://www.islamtimes.org/vdcdf90f.yt0zf6pl2y.html
http://www.kapanlagi.com/h/rusia-dukung-sanksi-korut-hentikan-nuklir.html
http://www.sabili.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=166:rahasia-nuklir-korut-dalam-genggaman-rusia&catid=81:internasional&Itemid=198
http://www.suaramedia.com/berita-dunia/eropa/10127-antisipasi-korut-rusia-siapkan-pertahanan-terhebat-di-dunia.html
http://translate.google.com

[1]internasional.kompas.com/korut.inginkan.hubungan.lebih.baik.dengan.rusia.html
[2]http://antara.co.id/arc/2009/3/27/rusia-desak-korut-tidak-luncurkan-roket
[3]tvone.co.id/ berita/view/1999/2009/08/04/rusia_dukung_sanksi_pbb_soal_nuklir_korut.html
[4]http://antara.co.id/arc/2009/3/27/rusia-desak-korut-tidak-luncurkan-roket

1 komentar:

  1. Tidak ada referensi buku? Paper yang menarik tentang konstelasi hubungan dua negara, namun dikahir, terutama kesimpulan, Anda kehilangan fokus pembahasan dari proses negosiasi pengembangan senjata nuklir menjadi studi hubungan internasional secara general. HIndari penggunaan kalimat dan kata-kata populer seperti "sih" dll dalam tulisan akademik.

    BalasHapus