Rabu, 02 Juni 2010

Keputusan mahkamah Internasional tentang kasus perebutan pulau sipadan ligitan antara Indonesia dan Malaysia

Nama : Riana Sopiana
NIM : 209000197
Prodi : Hubungan Internasional
Mata Kuliah : Pengantar Diplomasi



BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. LATAR BELAKANG

Terjadinya perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia dikarenakan Malaysia menganggap Sipadan dan Ligitan itu adalah milik Malaysia. Asal muasalnya adalah Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut dibagi lewat perjanjian konvensi pada tahun 1891 yaitu antara negara Belanda dan Inggris. Namun disini Inggris lah yang pada akhirnya melakukan eksploitasi terhadap Sipadan dan Ligitan dengan membangun aktivitas penangkaran penyu dan ekspoitasi sumber daya alam serta membangun resort pada tahun 1988. Seiring dengan dimerdekakannya Malaysia. Apa yang di miliki oleh Inggris dianggap oleh Malaysia sebagai milik Malaysia. Karena Inggris memberikan daerah penjajahanya kepada pemerintahan Malaysia. Malaysia berasumsi bahwa apa yang telah Inggris berikan adalah miliknya, dan Malaysia pun melanjutkan penangkaran penyu, sumber daya alam, dan membangun resort pada tahun 1988. Namun hal ini ternyata menimbulkan kontroversi antara pihak Malaysia dan Indonesia. Indonesia mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan daerah kedaulatan Indonesia, bukan milik Malaysia. Secara ekonomis, Malaysia yang telah melakukan pembangunan di kedua pulau tersebut menganggap bahwa hak untuk memiliki Pulau Sipadan dan Ligitan adalah hak Malaysia
Permasalahan ini pun tidak bisa diselesaikan oleh kedua belah pihak sehingga sengketa kedua pulau ini dibawa ke Mahkamah Internasional. Di mahkamah internasional, kedua pihak baik Indonesia maupun Malaysia melakukan berbagai usaha persuasive dan meyakinkan mahkamah internasional bahwa mereka berhak untuk memiliki kedua pulau tersebut. Ternyata, Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Malaysia yang berhak atas kepemilikan. Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut. Mengapa Malaysia mendapatkan hak tersebut? Karena Mengapa Indonesia kalah dalam memperjuangkan Pulau Sipadan dan Ligitan? Dalam tulisan ini, akan dijelaskan bagaimana latar belakang yang menyebabkan kepermasalah ini terjadi.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan Masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang terjadinya sengketa antara Indonesia dan Malaysia perihal kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan?
2. Bagaimana proses diplomasi dan kasus hukum Sipadan dan Ligitan sehingga kasus sengketa ini dimenangkan oleh Malaysia?

1.3. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Mengenai negosiasi, Abbe Duguet (dalam buku Nation and Men), memberikan batasan sebagai berikut: ‘ Negotiation is a contact and communication between policy makers with a view toward coming to terms. The search is for harmony and unanimity, not victory…’(Negosisasi adalah kontak dan komunikasi antara pembuat kebijakan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan. Yang ingin dicapai adalah harmoni dan saling pengertian, bukan samata- mata kemenangan). Adapun ada tujuan dari negosiasi adalah:
1. menyelesaikan konflik kepentingan secara damai.
2. menghindarkan bahaya langsung dari cara- cara pemecahan dengan kekerasan, atau munculnya tekanan lawan
3. mewujudkan perdamaian setelah terjadinya konflik kepentingan yang mengarah pada kekerasan
4. mewujudkan suasana yang baik melalui pembentukan suatu sistem atau organisasi permanen sebagai wadah memecahkan masalah- masalah secara damai, selain sebagai upaya menghindarkan konflik potensial dimasa mendatang.

Dari tujuan negosiasi di atas, jelas terlihat tujuan dasar dari negosiasi adalah perdamaian yang mencapai kesepakatan yang dapat menguntungkan kedua belah pihak. Jika dalam suatu negosiasi situasi “menang- kalah” tidak bisa di hindarkan lagi, bukan berarti aktivitas negosiasi berhenti. Dengan kata lain, upaya- upaya penyelesaian harus tetap dijalankan, melalui negosiasi selanjutnya. Maka negosiasi merupakan proses yang berkesinambung, bahkan jika suasana sudah mengarah pada kekerasan dan peperangan.
Adapun penyelesaian sengketa secara hukum (Judical Settlement) dalam hal penyelesaian dengan cara hukum (judicial settlement atau adjudication) para pihak yang bersengketa dapat mencari penyelesaian dengan memajukan pertikaian mereka itu kepada Mahkamah Internasional (Internasioanl Court of justical) yang dibentuk sejak tahun 1946 sebagai badan utama PBB.
Permanent Court of Internasional Justice maupun Internasional Court of Justice telah menangani berbagai kasus persengketaan yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa untuk diselesaikan secara hukum (judicisl settlement) yang semuanya itu menyangkut masalah penafsiran, atau penerapan perjanjian- perjanjian internasional (S.S Wimbledon, PCIJ Series A No.1 hal. 15), atau perhatian terhadap masalah khusus seperti:
a. Masalah- masalah yang berkaitan dengan kedaulatan terhadap wilayah- wilayah tertentu dan pertikaian mengenai perbatasan; (status Eastern Greenland antara Denmark dan Norwegia PCIJ Series A/B No. 53 hal.22)
b. Masalah- masalah mengenai delimitasi maritime dan masalah- masalah hukum lainya yang berhubungan dengan perselisihan laut; (masalah perikanan antara Inggris dan Norwegia, ICJ Report 1951, hal.116)
c. Semua permasalahn hukum yang berkaitan dengan perlindungan diplomatic bagi warga negara di luar negeri yang muncul (Kasus Oscar Chinn antara Inggris dan Belgium, PCIJ Series A/B No. 63, hal.65)
d. Masalah- masalah yang timbul akibat terjadinya penggunaan kekerasan (Kasus Corfu Channel antara Inggris dan Albania, ICJ Report 1949,hal. 4)
e. Bebagai kasus lainya yang melibatkan pelaksanaan kontrak- kontrak dan pelanggaran terhadap asas- asas hukum kebiasaan internasional. (Kasus S S Lotus antara Perancis dan Turki, PCIJ Series A, No.10 hal..4)

2. Konsep Kepentingan National ( Nationl Interest )
3. Konsep Kedaulatan






BAB II
PEMBAHASAN


2. 1. Klaim kepemilikan Pulau dan Sipadan Ligitan oleh Malaysia
Pada tahun 1969 Malaysia mengklaim bahwa Sipadan dan Ligitan adalah milik Malaysia, karena kedua pulau itu berdsarkan chain of title (rantai kepemilikan) merupakan wilayah dibawah kekuasaan Inggris yang menjajah Malaysia sebelum Malaysia menyatakan merdeka. Pada saat itu, Inggris telah membangun penangkaran penyu dan eksploitasi sumber daya alamdi kedua pulau tersebut. Jadi Malaysia melakukan klaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah milik Malaysia. Sepeninggalan Inggris dari Malaysia, Malaysia melanjutkan berbagai proyek yang dulu dilakukan Inggris di Pulau Sipadan dan Ligitan. Berbagai proyek tersebut adalah penangkaran penyu, eksploitasi sumberdaya alam, dan Malaysia juga melakukan pengembangan sektor pariwisata dikedua pulau tersebut.
Indonesia dan Malaysia memasukan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi wilayah kedua tersebut. Dan kemudian Indonesia dan Malaysia menyepakati bahwa masalah perebutan Pulau Sipadan dan Ligitan dibawa dalam keadaan setatus quo. Namun disini Indonesia dan Malaysia mengartikan berbeda. Malaysia malah mengartikan bahwa status quo adalah masih dibawah Malaysia, dan Malaysia pun malah membangun resor parawisata yang dikelola oleh pihak swasta Malaysia sampai masalah ini selesai. Disini pula Malaysia memasukan pulau Sipadan dan Ligitan itu kedalam peta nasionalnya pada tahun 1969. Disini berbeda halnya dengan Indonesia. Dalam status quo ini, Indonesia salah mengartikan. Disini malah Indonesia mengira kedua pulau Sipadan dan Ligitan tidak boleh ditempati, dan tidak boleh diduduki sampai masalah tersebut selesai.
Untuk menyelesaikan masalah ini Dewan Tinggi ASEAN menyelesaikan perselisihan Indonesia dan Malaysia. Disini Malaysia menolak bantuan Dewan Tinggi Asean karena Malaysia beranggapan bahwa terlibat sengketa pada Singapore untuk klaim pulau batu puteh. Disini Indonesia mengambil sikap, bahwa masalah ini harus diselesaikan pada Dewan Tinggi ASEAN, dan Indonesia menolak ksusus ini dibawa ICJ (Inteternational Court Justice). Pada tanggal 31 Mei 1997 Presiden Soeharto menyetujui kesepakatan “Final and Binding” berasama dengan perdana mentri Muhatir Muhamad.

2. 2. Penyelesaian Kasus Sipadan dan Ligitan
• Proses Hukum Pulau Sipadan dan Ligitan
Pada tanggal 3-12 Juni 2002 Indonesia menyelesaiakan persidangan anatara Indonesia dan Malaysia yang digelar di Mahkamah Internsional (International Court Justice), di Den Haag, Belanda. Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi masalah penting bagi Indonesia dan Malaysia. Konflik mencuat pada tahun 1969 ketiaka Indonesia dan Malaysia membahas permasalahan perbedaan penafsiran yakni perjanjian yang dibuat pada tahun 1891 yang dibuat oleh dua kolonialis. Dimaman Inggris dan Belanda membagi Kalimantan. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dari delagasi Indonesia menunding bahwa Malaysia telah melakukan kesalahan. dimana Malaysia melakukan aktivitas di Pulau Sipadan dan Ligitan. Kesepakatan yang dibuat oleh kedua Negara Indonesia dan Malaysia bahwa tidak ada aktivitas yang dilakukan di pulau itu karena masih dalam sengketa. Angkatan laut Malaysia datang untuk mengamankan Pulau tersebut, akan tetapi angkatan laut bukan saja menjaga Pulau Sipadan dan Ligitan. Tetapi membangun penangkaran penyu dan tempat parawista. Indonesia mengkalim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan layak masuk kedalam peta kedaulatan Indonesia. Namun disini Mahkamah Internasional cenderung memenangkan Negara yang lebih dahulu melakukan aktivitas di atas sebuah kekuasaan. Disini Malaysia melakukan aktivitas terlebih dahulu.
Pada tahun 1969 Indonesia dan Malaysia melakukan kesepakatan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan adalah pulau yang masih sengketa. Dan kedua Negara tersebut mengetahui bahwa pulau yang menjadi sengketa tidak boleh dikenai aktivitas oleh kedua Negara. Namun kenyataanya pada tahun 1988 Malaysia melakukan aktivitasnya di Pulau Sipadan dan Ligitan. Indonesia berargument bahwa pulau yang menjadi sengketa tidak boleh dikenai aktivitas. Namun disini Malaysia banyak melakukan aktivitas di Pulau Sipadan dan Ligitan. Dan itu yang menjadi argument Indonesia untuk mendapatkan Pulau Sipadan dan Ligitan. Namun pihak Malaysia tidak mau kalah, Malaysia juga mengajukan argument. Yaitu argument rantai kepemilikan. Dimana Malaysia menerima kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan berdasarkan chain of title (rantai kepemilikan), dan melakukan perjanjian pada Sultan Sulu dengan Spanyol tentang kedua pulau tersebut. Melihat perdebatab tersebut Mahkamah Internasional melakukan penyelidikan atas kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan ini baik secara historis maupun sacara geografis.
Pada abad ke 19 Pulau Sipadan dan Ligitan adalah perebutan Inggris dan Belanda. Karena menurut Belanda Pilau Sipadan dan Ligitan masih termasuk diwilayah jajahan yang dibuat pada tahun 1824. Sebaliknya dengan Inggris bahwa pulau Sipadan dan Ligitan masih dalam wilayah jajahan Inggris. Pertikaian antara Inggris dan Belanda terjadi sampai pada tahun 1891. Dan pada akhirnya kedua Negara tersebut membuat kesepakatan menentukan wilayah antara borneo Inggris dan borneo Belanda. Perundingan antara Inggris dan Belanda pun akhirnya menetapkan Sipadan dan Ligitan adalah garis perbatasan, dan pihak Belanda tidak lagi mempersoalkan masalah tersebut. Maka dari perundingan itu jelaslah bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik Inggris. Disini Indonesia berpegang pada perjanjian Inggris dan Belanda yang berisi tentang pembagian wilayah Kalimantan. Yaitu utara milik Inggris sedangkan selatan milik Belanda. Pada bagian timur, tepatnya lintag 4 derajat 10 menit yang ditarik menjadi dua bagian di Pulau Sibatik,
Belanda menempatkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi bagian dari wilayah Belanda. Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, dan Inggris pernah menjajah Malaysia. Jadi dikedua Negara menyepakati pernanjian atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan.
Pada tahun 1954 borneo menjadi koloni Inggris. Inggris mengumumkan bahwa dari pangkal garis lurus ujung Pulau Sibatik sertaPulau Sipadan dan Ligitan adalah milik Inggris. Borneo pun menjadi bagian dari Malaysia. Pada tahun 1963 Malaysia mengumumkan bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan termasuk wilayah Malaysia karena wilayah tersebut telah menjadi wilayah pelantar laut baru yang berdasarkan pada perjanjian- perjanjian undang- undang padda tahun 1963. Disinilah pihak Malaysia mengklaim bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan dari wilayah Malaysia.

• Kemenangan Malysia atas Indonesia
Pada kasus sengketa antara Indonesia dan Malaysia. Kasus ini dibawa ke Dewan Tinggi ASEAN. Yakni guna untuk menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dan Malaysia. Disini Malaysia menolak bantuan dari Dewan Tinggi Asean karena Malaysia beranggapan bahwa terlibat sengketa pada Singapore untuk klaim pulau batu puteh. Disini Indonesia mengambil sikap, bahwa masalah ini harus diselesaikan pada Dewan Tinggi ASEAN Pada tahun 1998 kasus sengketa anatara kedua Pulau Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ (International Court of Justice).
Pada tanggal 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan hasil sengketa yang merebutkan kedua pulau tersebut. Dan hasil yang di keluarkan oleh ICJ kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan hasilnya yang digunakan adalah hasil voting. Hasil yang di dapat dari voting adalah Malaysia menang. Karena pihak Malaysia lebih dahulu melakukan aktivitas diwilayah sengketa. Padahal dalam perjanjian antara Indonesia dan Malaysia dalam status quo tidak ada yang melakukan kegiatan dipulau sengketa. Pihak Malaysia mengirim tentaranya ke Pulau yang bersengketa, namun selain mengirim tentara, Malaysia malah membuat tempat kegiatan pariwisata. Disini pihak Indonesia kecewa pada pikah Malaysia karena tidak konsisten pada perjanjian tersebut. Permasalahn ini dibawa ke Mahkamah Internasionla, dan hasilnya pihak Malaysia yang menang, karena siapa yang lebih dahulu melakukan aktivitas pulau tersebut maka, pihak tersebut yang menang, selain itu, Indonesia tidak memiliki peta Pulau Sipadan dan Ligitan, maka ditetapkan lah, Malaysia yang yeng berhak mendapatkan Pulau Sipadan dan Ligitan. Jadi disini Malaysia mendapatkan Pulau Sipaddan dan Ligitan.

2.3. Analisis kekalahan Indonesia atas kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligatan
Pada tahun 1962 Indonesia dan Malaysia mulai ada konflik diantar kedua Negara tersebut. Dengan slogan Ganyang Malaysia. Pada saat itu, diplomatic dalam keadaan krisis di kedua Negara Indonesia dan Malaysia. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ini adalah hasil dari kegagalan diplomasi. Karena gagalnya diplomasi, maka permasalahn sengketa dibawa ke Mahkamah Internasional membawakan hasil yang bisa diterima oleh kedua Negara. Dibawanya masalah ini ke Mahkamah Internasional membawa keberhasilan Pihak Indonesia tidak mendapatkan Pulau Sipadan dan Ligitan, Karena secara fisik Malaysia telah meluruskan jalannya sepanjang 2.100 km, Sedangkan Indonesia meluruskan jalannya dengan terputus- putus dengan total 540 km. Itu pun titik dari perbatasan bagian selatan. Dalam konflik ini Malaysia menerima Pulau Sipadan dan Ligitan dengan menggunakan rantai kepemilikan berdasarkan chain of title. Chain of title adalah perjanjian Sultan Sulu dengan Spanyol tentang kedua Pulau Sipadan dan Ligitan. Kekalahan atas kasus Pualau Sipadan dan Ligitan ini karena Pulau Sipadan dan Ligitan tidak masuk peta. Malaysia lebih dahulu melakukan aktifitas di pulau yang menjadi sengketa, Maka disini pihak Malaysialah yang menang.
Pada tahun 1998 masalah sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ. Dan mengeluarkan hasil keputusan yang diperoleh oleh hasil voting. Malaysia demenangkan oleh 16 hakim dan yang berpihak Indonesia Cuma 1 yang berpihak. Mahkamah Internasional membawa 15 hakim, 1 hakim dari pihak Malaysi dan 1 hakim lagi dari pihak Indonesia. Dari hasil posting tersebut 15 hakim dari Mahkamah Internasional memilih pihak Malaysia, karena Siapa yang lebih dahulu melakukan aktifitas di Pulau itu, maka ia berhak memiliki Pulau tersebut.
Kasus Pulau Sipadan dan Ligitan yang direbutkan Indonesia dan Malaysia malaui jalur hukum. Prosenya berjalananya dengan baik. Penyelesaian yang dilakukan oleh Mahkamah Internasional pun, merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Indonesia dan Malaysia. karena pihak Malaysia dan Indonesia mempercayakan sepenuhnya masalah ini ke Mahkamah Internasional. Cara ini pun memberikan dampak yang begitu besar bagi pihak Asia Tenggara. Dapat dilihat bahwa cara diplomasi ini berjalan dengan baik, yang menyerahkan masalah ini ke pihak Mahkamah Internasional dan mempercayai sepeunuhnya oleh pihak Mahkamah apa pun hasil yang didapat oleh pihak Indonesia ataupun Malaysia.












BAB III
PENUTUP


3.1. Kesimpulan
Berdasarkan permasalah diatas dapat kita simpulkan bahwa Malaysia telah menguasai Pulau Sipadan dan Ligitan. Pada tahun 1969 Malaysia mengklaim bahwa Sipadan dan Ligitan adalah milik Malaysia, karena kedua pulau itu berdsarkan chain of title (rantai kepemilikan) merupakan wilayah dibawah kekuasaan Inggris yang menjajah Malaysia sebelum Malaysia menyatakan merdeka. Malaysia telah melakukan kecurangan terhadap Indonesia. Karena pada saat Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi sengketa, Indonesia dan Malaysia pun membuat perjanjian yakni perjanjian status quo. Dimana kedua Negara ini tidak boleh melakukan aktivitas. Karena masih dalam sengketa. Namun disini Malaysia malah melakukan kecurangan karena melakukan aktivitas di tanah sengketa dengan membuka tempat wisata penangkaran penyu, pembuatan risosrt, dan mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut. Maka Indonesia pun merasa di curangi.
Masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan cara yang baik. Maka Dewan Tinggi Asean mencoba untuk melakukan perdamaian antara kedua Negara tersebut. Namun pihak Malaysia menolak bantuan Dewan Tinggi Asean karena Malaysia beranggapan bahwa dulu pernah terlibat sengketa pada Singapore untuk klaim pulau batu puteh. Disini Indonesia mengambil sikap, masalah ini harus diselesaikan pada Dewan Tinggi ASEAN, dan Indonesia menolak ksusus ini dibawa ICJ (Inteternational Court Justice). Namun pada akhirnya masalah ini dibawa ke Mahkamah Internasionl dan kedua Negara ini siap menerima keputusan yang diberikan oleh Mahkamah Internasional. Karena di setiap keputusan pasti ada yang kalah dan ada yang menang. Keputusan Mahkamah Internasional pun telah memberi keputusan bahwa Negara Malaysia berhak atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan karena Mahkamah Internasional melihat siapa yang lebih dahulu melakukan aktivitas ditanah sengketa, maka Negara itulah yang berhak menerima Pulau tersebut. Disini juga Indonesia tidak memiliki peta atas Pulau Sipadan dan Ligitan. Maka jelaslah pihak Malaysia yang menang dalam kasus sengketa ini. Pada tanggal 31 Mei 1997 Presiden Soeharto menyetujui kesepakatan “Final and Binding” berasama dengan perdana mentri Muhatir Muhamad. Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan adalah bentuk dari kegagalan diplomasi Indonesia. Dan kegagalan Indonesia dalam mempertahan kan hak- haknya. Malaysia kuat karena masih berstatus Negara yang bersemakmuran Inggris.

3.2. Saran
Dalam kasus Pulau Sipadan dan Ligitan penulis memberikan saran, Apabila Pulau Sipadan dan Ligitan milik Indonesia, maka Indonesia memiliki peta kepemilikan Pulau terebut. Namun disini Indonesia tidak mempunyai peta Pulau Sipadan dan Ligitan. Akan tetapi Indonesia mengkomplain bahwa Pulau tersebut adalah milik Indonesia. Kegagalan diplomasi yang telah terjadi karena permasalah tidak dapat diselesaikan dengan cara yang baik., ini adalah sebagian dari pemicu untuk Indonesia. Mengapa diplomasi bisa gagal?? Maka Indonesia harus lebih belajar dan memahami lagi diplomasi yang bagaimana yang dapat menyelesaikan pulau sengketa tersebut.
Pihak Malaysia dalam kasus ini sangat melakukan kecurangan atas perjanjian yang telah dibuat oleh kedua Negara Indonesia dan Malaysia. Malaysia malah melakukan aktivitas ditanah sengketa. Padahal dalam perjanjian status quo tidak ada yang melakukan aktivitas ditanah sengketa. Tetapi Malaysia malah melakukan aktivitas ditanah sengketa. Yakni, membuat tempat wisata penangkaran penyu, membuat risosrt, dan eksploitasi sumber daya alam yang ada dipulau tersebut. Dan disni juga pihak Malaysia tidak mau memnyelesaikan masalah ini ke Dewan Tinggi Asean. Karena dengan alasan yang tidak meyakinkan Indonesia.
Yang penting kedepanya bagaimana membina pulau- pulau yang dimiliki oleh Negara kepulauan sehingga tidak ada lagi permasalah yang terjadi seperti kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan.



DAFTAR PUSTAKA

Buku
Verma, Vidhu. 2002. Malaysia, state and Civil Sociecy in Transition. Singapore:Institute of South East Asian Studies.
Weatherbee. Donald E. 2005 Internasional Relations In South East Asia. The Struggle for Autonomy.USA
Roman and Littlefield Publishers. Inc
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik.Yogyakarta:Graha Ilmu.
Suryokusumo, Sumaryo.2007.Studi kasus Hukum Internasional.Jakarta:Tatanusa

Halaman Web
Diakses pada tanggal 21 mei 2010 pukul 08.26 pm

http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=3362, Diakses pada 21 Mei 2010 pukul 20:26

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Hindari+Kasus+Sipadan+dan+Ligitan+Jilid+Kedua&dn=20090219134413, Diakses pada 21 Mei 2010 pukul 20: 30 pm

http://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan, Diakses pada 21 Mei 2010 pukul 21:00 pm

http://fisippemerintahan.unila.ac.id/index.php?option=com_articles&task=viewarticle&artid=18&Itemid=66, Diakses pada 21 Mei 2010 pukul 21:21

http://www.tempointeractive.com/harian/wawancara/waw-ishaklatuconsina.html, Diakses pada 21 Mei 2010 pukul 21: 58
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2002/12/23/WAW/mbm.20021223.WAW83561.id.html, Diakses pada 21 Mei 2010 pukul 22:10

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=1022&coid=3&caid=31&gid=3, Diakses pada 21 Mei 2010 pukul 23: 32

http://alimargono.wordpress.com/2008/05/04/ambalat-1/, Diakses pada tanggal 21 Mei 2010 pukul 23: 38

http://www.dephan.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=3362, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 23: 47

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&jd=Hindari+Kasus+Sipadan+dan+Ligitan+Jilid+Kedua&dn=20090219134413, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 00:07

http://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 00: 28

http://fisippemerintahan.unila.ac.id/index.php?option=com_articles&task=viewarticle&artid=18&Itemid=66, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 00: 34
(okupasi)
http://www.tempointeractive.com/harian/wawancara/waw-ishaklatuconsina.html, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 00: 42

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2002/12/23/WAW/mbm.20021223.WAW83561.id.html, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 1: 00

http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=1022&coid=3&caid=31&gid=3, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 1:33

http://alimargono.wordpress.com/2008/05/04/ambalat-1/, Diakses pada 22 Mei 2010 pukul 09:05

1 komentar:

  1. Jangan gunakan wikipedia sebagai sumber referensi.
    Nice article, yet, hati-hati jika membuat pernyataan yang tegas seperti "Asal muasalnya adalah Pulau Sipadan dan Ligitan tersebut dibagi lewat perjanjian konvensi pada tahun 1891 yaitu antara negara Belanda dan Inggris" Benarkan? ahli akan mengatakan bahwa perjanjian 1891 tidak pernah membagi kedua pulau tersebut melainkan Pulau Sebatik ;-).
    Jadi diplomasi dan negosiasinya adalah keputusan membawa masalah ini ke ICJ atau proses di ICJ termasuk proses diplomasi?
    Point ini kurang jelas dielaborasi.

    BalasHapus